Kenapa Orang Bisa Julid?

 Suatu hari ketika saya main ke rumah salah seorang sohib saya yang bernama Lee Ho Jin (bukan nama aslinya), saya melihat dan mendengar saudaranya Lee sedang melihat foto seseorang di Facebook dan mengomentarinya dengan julid.

"Duh ya ampun, gayanya udah kayak orang kaya aja. Emang suaminya kerja apa sih?".

Sebuah komentar khas yang keluar dari mulut emak-emak. Kalau Anda tahu karakter Bu Tejo di film Tilik, kurang lebih seperti itu cara dia mengomentarinya.

Saat itu saya benar-benar melihat bagaimana sudut pandang orang yang sedang julid. Saya tahu kalau orang yang barusan julid itu dia tidak sedang iri. Lalu kenapa dia julid?

Untuk julid itu sendiri juga butuh 2 hal, yang pertama adalah orang yang julid, yang kedua adalah objek untuk dijulidin. Orang yang julid itu orang yang merasa ada sesuatu yang menganggu dirinya, dan sesuatu itu berasal dari hal-hal yang ada di luar dirinya. Contohnya kelakuan orang lain yang dirasa menganggu. Alih-alih hanya memendamnya dalam hati, orang julid malah mengungkapkannya dalam bentuk perkataan atau pun tulisan di sosmed. Yang lebih parah lagi jika sikap julidnya ini langsung diungkapkan secara langsung ke orang yang membuatnya merasa terganggu. Ini bisa memicu pertikaian. 😅

Objek atau orang yang dijulidin tak jarang menganggap orang-orang yang julid itu punya rasa iri hati pada dirinya. Padahal ya belum tentu juga. Kalau sikap dan perilaku seseorang itu terlalu wadaw ya wajar saja kalau mengundang orang lain untuk julid. Tapi kalau dirasa sikap dan perilakunya tidak ada yang keliru, ya itu salah si Tukang Julidnya kenapa dia gampang banget terganggu dengan sikap orang lain. Tapi menjadi sadar diri itu juga susah, banyak orang yang sudah jelas kelakuannya salah tapi dia menyangkal dan menyalahkan perilaku orang lain yang julid terhadap dirinya.

Dalam kasus julidnya Saudaranya Lee ini, saya melihat akar masalahnya bukan karena objek yang dijulidin ini kelakuannya wadaw, atau pun ada rasa iri hati dalam diri Saudaranya Lee. Saya hanya melihat bahwa Si Objek ini kelakuannya tidak sesuai dengan standar sosial yang dipegang oleh Saudaranya Lee. Bagi dia orang yang status ekonominya biasa-biasa saja itu harusnya hidupnya ya biasa-biasa saja dan gak perlu kebanyakan gaya. Itulah standar sosial yang selama ini dia tahu. Tidak ada yang salah dengan standar sosial seperti itu. Tapi balik lagi bahwa kita tidak bisa memakai standar sosial kita untuk menghakimi orang lain. Boleh jadi Si Objek yang dijulidin tersebut tidak menganut standar sosial yang sama di lingkungannya.

Bergaya atau mengekspresikan diri di sosial media itu juga sah-sah saja. Tapi kita juga harus tahu dan juga sadar siapa audiens yang melihat postingan kita di sosmed dan batasan-batasan seperti apa yang tidak boleh kita lewati. Dan kalau pun kita berani untuk melewati batasan tersebut, apakah kita sudah siap dengan konsekuensinya?

Dalam kasus ini, Si Mbak-mbak yang dijulidin sepertinya juga perlu mengetahui siapa audiensnya di sosmed. Kalau audiensnya kebanyakan adalah tetangganya sendiri, sebaiknya dikurang-kurangin upload foto yang memancing tetangganya untuk julid. Kita tidak bisa untuk mengontrol mulut orang-orang yang julid. Tapi kita masih bisa untuk mengontrol apa yang akan kita posting ke sosial media.

Kurang-kurangin untuk julid, dan kurang-kurangin memancing orang lain untuk julid.

Komentar