Tak Apa Bila Kita Tak Bertegur Sapa | Stoicism

 Suatu malam saya diajak makan oleh sohib saya sepulangnya kami dari rumah sohib kami yang lain. Setelah sampai di tempat makan dan memarkir motor, kami berjalan ke arah tempat pemesanan makanan. Tiba-tiba saya merasa ada seseorang yang sedang memperhatikan saya. Dan benar saja, ternyata ada seorang teman lama yang sudah duduk disana terlebih dahulu bersama teman-teman dia yang lain. Sontak saya melambaikan tangan sambil tersenyum dibalik masker. Lucunya dia memalingkan wajah sambil memperhatikan obrolan teman-temannya dengan seksama seolah-olah tidak pernah melihat saya.

Marah? Tersinggung? Tentu saja itu adalah respon yang akan saya pilih andai saya belum mengenal stoicism. Saya menanggapi fenomena malam itu dengan santai saja dan tetap melenggang santai ke tempat pemesanan makanan. Memang di dalam kepala saya masih penuh tanda tanya, kenapa dia melakukan hal tersebut? Tapi saya lebih memilih untuk memberikan alasan yang logis terhadap kejadian tersebut. Mungkin saja dia takut salah orang ketika mau menegur saya, atau mungkin dia tidak mau suasana asyik bersama temannya direcokin oleh kedatangan saya. Entah apapun alasan dia, itu adalah hal yang di luar kendali saya. Untuk apa juga saya memusingkan hal yang di luar kendali saya? Terlalu memikirkan hal yang di luar kendali saya hanya akan menyiksa dan menyakiti diri saya sendiri. Lebih baik saya fokus terhadap hal yang di bawah kendali saya yaitu cara saya merespon kejadian tersebut.

Setelah selesai makan saya dan sohib saya cabut dari tempat tersebut. Ketika saya mengambil motor di tempat parkir, dari kejauhan saya masih bisa melihat teman saya sedang asyik ngobrol dengan teman-temannya. Yang saya rasakan saat itu masih sama, biasa saja. Stoicism telah membuat saya menjadi orang yang lebih santuy.

Komentar